Oleh : Nur kholis bin kurdian

BAHAYA HASAD

Hasad (dengki) merupakan penyakit hati yang berbahaya bagi manusia, karena penyakit ini menyerang hati si penderita dan meracuninya, membuat dia benci terhadap kenikmatan yang telah diperoleh oleh saudaranya, dan merasa senang jika kenikmatan tersebut musnah dari tangan saudaranya.

Pada hakikatnya penyakit ini membawa si penderita kepada tidak ridha dengan qadha’ dan qadar Allah ta’ala, sebagaimana perkataan Ibnul Qayyim rahimahullah,” sesungguhnya hakikat hasad adalah bagian dari sikap menentang Allah ta’ala, karena ia (membuat si penderita) benci kepada nikmat Allah ta’ala atas hamba-Nya, padahal Allah ta’ala menginginkan nikmat tersebut untuknya, hasad juga membuatnya senang dengan hilangnya nikmat tersebut dari saudaranya, padahal Allah ta’ala benci jika nikmat itu hilang dari saudaranya, jadi hasad itu hakikatnya menentang Qadha’ dan Qadar Allah ta’ala”[1].

Manshur Al-Faqih berkata:

أَلَا قُلْ لِمَنْ كانَ لِيْ حاسداً أَتَدْرِيْ عَلَى مَنْ أَسَأْتَ الأَدَب

أَسَأْتَ عَلَى اللهِ فِيْ فَضْلِهِ إذا أَنْتَ لَمْ تَرْضَ مَا قَدْ وَهَب

Katakanlah kepada orang yang dengki kepadaku,

“tahukah kamu kepada siapa kamu tidak beradab?.

(sebenarnya) kamu tidak beradab kepada Allah ta’ala dalam pemberian-Nya

(karena) kamu tidak rela dengan apa yang telah diberikan oleh-Nya.[2]

Penyakit ini sering dijumpai di sesama teman sejabatan, seprofesi, seperjuangan, atau sederajat, oleh sebab itu tak jarang dijumpai pegawai kantor hasad kepada teman sekantornya, tukang bakso hasad kepada tukang bakso lainnya, guru hasad kepada guru, orang ahli ibadah atau ustadz atau kiyai hasad kepada yang sederajat dengannya. Jarang dijumpai hasad tersebut pada orang yang beda kedudukan dan derajatnya, jarang kita jumpai tukang bakso hasad kepada kiyai atau tukang becak hasad kepada ustadz, meskipun tidak menafikan kemungkinan terjadinya.

Penyakit hasad hendaknya dijauhi oleh setiap muslim, karena madharatnya sangat besar, terutama bagi si penderita baik madharat dari sisi diennya maupun dunianya. Tidakkah kita ingat kenapa Iblis dilaknat oleh Allah ta’ala? tidak lain karena sikap hasad dan sombongnya kepada Adam alaihissalam yang sama-sama makhluk Allah ta’ala.

Dari sisi lain Hasad juga merupakan sifat sebagian besar orang Yahudi dan Nasrani, sebagaimana firman Allah ta’ala:

أَمْ يَحْسُدُونَ النَّاسَ عَلَى مَا آتَاهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ (النساء:54)

Artinya: Ataukah mereka (orang Yahudi) dengki kepada manusia (Muhammad dan orang-orang mukmin) lantaran karunia yang Allah telah berikan kepada mereka?..” (QS.Annisa’ 54).

Allah juga berfirman tentang hasad mereka:

وَدَّ كَثِيرٌ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ لَوْ يَرُدُّونَكُمْ مِنْ بَعْدِ إِيمَانِكُمْ كُفَّاراً حَسَداً مِنْ عِنْدِ أَنْفُسِهِمْ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمُ الْحَقُّ (البقرة:109)

Artinya: Sebagian besar ahli kitab (Yahudi dan Nasrani) menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki yang timbul dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran…”(QS. Al-baqarah 109).

Oleh sebab itu Rasulullah r melarang umatnya dari sifat hasad tersebut, beliau bersabda:

لاَ تَقَاطَعُوا وَلاَ تَدَابَرُوا وَلاَ تَبَاغَضُوا وَلاَ تَحَاسَدُوا وَكُونُوا إِخْوَانًا كَمَا أَمَرَكُمُ اللَّهُ.

Artinya: Janganlah kalian memutuskan tali persaudaraan, saling berpaling ketika bertemu dan saling membenci serta saling dengki, dan jadilah kalian bersaudara sebagaimana yang telah diperintahkan oleh Allah ta’ala. (HR.Muslim) [3]

Allah ta’ala juga memerintahkan Rasul-Nya untuk berlindung kepada-Nya dari kejelekan orang yang hasad, firman Allah:

وَمِنْ شَرِّ حَاسِدٍ إِذَا حَسَدَ (الفلق:5)

Artinya: (Dan katakanlah wahai Muhammad, aku berlindung kepada Tuhan yang menguasahi subuh) dari kejahatan orang yang dengki ketika dia dengki.(QS. Al-Falaq;5)

Dengan demikian telah jelas bagi kita bahwasanya penyakit hasad ini sangatlah berbahaya bagi kehidupan manusia.

SEBAB-SEBAB HASAD

Sumber dan penyebab hasad adalah cinta dunia, baik cinta harta benda, kedudukan, jabatan maupun pujian disisi manusia.

Dunia memang sempit, sering menyempitkan mereka yang memburu dan mencintainya, sehingga tak jarang mereka berjatuhan pada lembah hasad, karena tabiat dunia adalah tidak akan bisa dimiliki kecuali ia berpindah dari tangan satu ke tangan lainnya dan berkurang jika dibelanjakan. Berbeda dengan Akhirat, Akhirat itu luas, bak langit yang tak berujung, bak lautan yang tak bertepi, karena sangat luasnya sehingga tidak menyempitkan orang yang memburu dan mencintainya, sebagaimana kita tidak menjumpai orang berjejal-jejal untuk melihat keindahan langit di waktu malam, karena luasnya dan cakupanya terhadap setiap mata yang memandang.

Ibnu Sirin rahimahullah berkata, “aku tidak pernah hasad kepada seorang pun dalam masalah dunia, karena jika dia termasuk ahli surga, maka bagaimana aku hasad kepadanya dalam masalah dunia, sedangkan dia akan masuk surga?, dan jika dia termasuk ahli neraka, maka bagaimana aku hasad kepadanya dalam hal dunia, sedangkan dia akan masuk neraka?”[4].

Jika tujuan seseorang adalah akhirat, maka hatinya bersih dari hasad, tenang, jernih bak air yang memancar dari mata air pegunungan, lembut bagaikan sutera, tidak ada tempat bagi hasad didalamnya, bahkan dia senang jika melihat orang lain yang semisalnya. Akan tetapi jika tujuannya adalah dunia, maka hati sangat rawan terjangkit hasad, mudah ternoda dan keruh. Oleh sebab itu bagi mereka yang mempunyai belas-kasihan terhadap hatinya, hendaknya dia meninggalkan cinta dunia dan menggantikannya dengan cinta akhirat. Karena kenikmatan akhirat tidaklah menyempitkan orang yang memburunya, ia adalah kenikmatan yang sesungguhnya, kenikmatan yang luar biasa, tidak sebanding dengan kenikmatan-kenikmatan dunia, kenikmatan tersebut bisa dirasakan oleh orang yang sangat mencintainya, mencari dan memburunya di dunia ini, jika seseorang tidak ingin memburu kenikmatan hakiki tersebut, atau lemah keinginannya, maka dia bukanlah kesatria, karena yang memburu kenikmatan yang hakiki tersebut adalah para kesatria.[5]

OBAT HASAD

Setelah kita mengetahui bahwa hasad adalah penyakit hati yang berbahaya, maka tentunya kita ingin mengetahui obat dan terapi hasad tersebut.

Sebenarnya penyakit hati yang satu ini tidaklah dapat diobati dengan pil atau kapsul dari apotik atau dengan suntik, herbal atau pijit urat, akan tetapi penyakit hati ini hanya dapat diobati dengan ilmu dan amal.

Adapun obat yang pertama adalah ilmu, ilmu yang bermanfaat untuk mengobati hasad adalah pengetahuan tentang hakikat hasad itu sendiri, diantaranya mengetahui bahwa hasad itu berbahaya bagi si penderita baik bagi diennya maupun dunianya. Di dunia, hatinya selalu menderita dan tersayat-sayat, boleh jadi dia mati karenanya, bagaimana tidak??? dia benci orang lain mendapat kenikmatan dan  mengharap nikmat tersebut musnah darinya, padahal, hal itu telah ditakdirkan oleh Allah ta’ala dan tidak akan musnah sampai yang telah ditentukan.

Sebagian Ahli Hikmah berkata, “Empat orang yang senantiasa berkubang dalam kesedihan, pertama; pemarah, kedua; orang yang hasad, ketiga; teman para penyair yang tidak bisa seperti mereka, keempat; orang yang bijaksana yang diremehkan manusia”.[6]

Orang yang hasad ibarat orang yang melempar bumerang kepada musuh, akan tetapi tidak mengenai sasaran, bahkan bumerang itu kembali kepadanya dan mengenai mata kanannya sampai  mengeluarkannya, sedangkan dia pun bertambah marah dan kembali melempar kedua kalinya dengan lebih kuat, akan tetapi bumerang itu seperti semula, tidak mengenai sasaran dan kembali mengenai mata sebelah kirinya sehingga buta, kemarahannya pun bertambah menyala-nyala, kemudian dia melempar ketiga kalinya dengan sekuat tenaga, akan tetapi bumerang tersebut kembali mengenai kepalanya sehingga hancur, sedangkan musuhnya selamat dan mentertawakan dia, karena dia mati sebab perbuatannya sendiri. Sedangkan di akhirat nanti, dia akan mendapat adzab dari Allah ta’ala, jika hasad tersebut melahirkan perkataan dan perbuatan, karena statusnya adalah orang yang telah mendzalimi orang lain ketika di dunia.

Perlu diketahui pula bahwa hasad juga tidak berbahaya bagi orang yang dihasad, baik bagi dien maupun dunianya, dia tidak berdosa dengan hasad orang lain kepadanya, bahkan dia mendapatkan pahala jika hasad tersebut keluar berwujud perkataan dan perbuatan, sebab dia termasuk orang yang didzalimi. Kenikmatan yang ada padanya juga tidak akan musnah karena hasad orang lain kepadanya, sebab kenikmatan tersebut telah ditakdirkan untuknya.

Adapun obat kedua adalah amal perbuatan, amal perbuatan yang manjur untuk mengobati hasad (antara lain) adalah;

1-Melakukan perbuatan yang berlawanan dengan perbuatan yang ditimbulkan oleh hasad, misalnya; jika hasad membuat anda ingin mencela dan meremehkan orang lain, maka hendaknya anda melakukan hal yang berbeda yaitu memuji orang tersebut. Kemudian jika hasad itu membuat anda sombong kepadanya, maka hendaknya anda tawaddu’ kepadanya. Jika hasad membuat anda tidak berbuat baik atau tidak memberi hadiah kepadanya, maka hendaknya anda melakukan sebaliknya yaitu berbuat baik dan memberikan hadiah kepadanya.[7]

2- Mendoakan orang yang dihasad dengan tanpa sepengetahuannya.

Jika anda hasad kepada seseorang, hendaknya anda mendo’akan kebaikan untuk orang tersebut, Dengan seperti ini, anda akan menemukan perubahan dalam hati anda, anda akan merasa tenang, rasa dengki dan permusuhan dalam hati anda sedikit-demi sedikit akan hilang (biidznillah).[8]

3- Tidak rela jika orang yang dihasad tersebut dighibah atau di remehkan oleh orang lain.

Jika anda berada disuatu majlis yang disitu ada orang lain yang meremehkan atau mengghibah orang yang anda hasad, maka hendaknya anda menahan hati anda, tidak bertambah senang dan gembira dengan hal itu, berusaha menahan pembicaraan tentang orang yang anda hasad kepadanya, berusaha membelanya atau menyebutkan perkara yang baik yang pernah anda ketahui, dengan demikian hal ini akan menjadikan anda diterima disisi Allah ta’ala, dan kemungkinan pembelaan anda itu didengar oleh orang yang anda hasad kepadanya, akhirnya dia bertambah senang kepada anda, sehingga hubungan anda dengan orang yang anda hasad tersebut menjadi baik. Jika anda tidak melakukan hal ini, maka setan akan menyalakan api hasad dan permusuhan yang ada pada hati anda.[9]

Maka dengan mengkonsumsi obat hasad diatas, meskipun pahit dirasakan, namun insya Allah hasad dihati akan lenyap dan hati kembali sehat dan normal.

HASAD YANG DIPERBOLEHKAN?

Mungkin diantara kita ada yang bertanya-tanya, apakah benar hasad itu ada yang diperbolehkan???, jawabannya, marilah kita simak sabda Rasulullah r:

لاَ حَسَدَ إِلاَّ فِى اثْنَتَيْنِ رَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ مَالاً فَسَلَّطَهُ عَلَى هَلَكَتِهِ فِى الْحَقِّ وَرَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ حِكْمَةً فَهُوَ يَقْضِى بِهَا وَيُعَلِّمُهَا. متفق عليه.

Artinya: Tidak ada hasad kecuali kepada dua orang, yang pertama; kepada seseorang yang telah diberi harta kekayaan oleh Allah ta’ala dan ia habiskan dijalan yang benar, yang kedua; kepada seseorang yang telah diberi hikmah (ilmu) oleh Allah ta’ala dan ia memutuskan perkara dengannya serta mengajarkannya. (HR.Muttafaq alaih)[10].

Akan tetapi hasad dalam hadits ini berbeda pengertiannya dengan hasad yang telah disebutkan diatas, hasad yang ini disebut oleh para ulama’ dengan sebutan Ghibtah yaitu menginginkan kenikmatan seperti yang telah diperoleh oleh orang lain dengan tanpa benci kepada orang tersebut, serta tidak mengharapkan kenikmatan itu musnah darinya.

Syeikh Abdul Muhsin Al ‘Abbad hafidzahullah dalam menjelaskan hadits diatas berkata; “yang dimaksud hasad disini adalah ghibtah”.[11]

Imam An-nawawi rahimahullah mengatakan, “ghibtah adalah ingin mendapat kenikmatan sebagimana yang diperoleh oleh orang lain dengan tanpa mengharapkan nikmat tersebut musnah darinya. Jika perkara yang di ghibtah tersebut adalah perkara dunia, maka hukumnya adalah mubah (boleh), jika perkara tersebut termasuk perkara akhirat, maka hukumnya adalah mustahab (sunnat), dan makna hadits diatas adalah tidak ada ghibtah yang dicintai (oleh Allah) kecuali pada dua perkara (yang tersebut diatas) dan yang semakna dengannya”.[12]

Dengan demikian, hendaknya seorang muslim senantiasa meninggalkan hasad dan menggantinya dengan ghibtah. Waffaqanallahu waiyyakum lima yuhibbuhu wayardhaah.


[1] Al-Fawa’id (Hal 157   Cet. Darul Fikr – Beirut).

[2] Nihayatul Arab Fi Fununil Adab ( Juz 3/ Hal 267   Cet.1 Darul kutub al-ilmiyah – Beirut – Lebanon).

[3] Shahih muslim ( Juz 8/ Hal 10).

[4] Raudhatul Uqala’ Wanuzhatul Fudhala’ (Hal. 119    Cet. Maktabah Ashriyah – Beirut).

[5] Mukhtashar Minhajul Qasidin (Hal.188-189   Cet. Maktabah darul Bayan – Damaskus) bittasharruf.

[6] Raudhatul Uqala’ Wanuzhatul Fudhala’ (Hal. 122   Cet. Maktabah Ash-riyah – Beirut).

[7] Mukhtashar minhajul Qashidin (Hal. 189-190  Cet. Maktabah darul Bayan – Damaskus) bittasharruf.

[8] Ma;alim Fi Thariqi Thalabil Ilmi (Hal. 101   Cet.3 Dar Al-Ashimah – Riyadh – KSA) bittasharruf.

[9] Ibid.

[10] Shahih Bukhari ( No. 6886   Cet.3 Dar Ibnu Katsir – Beirut. Tahqiq Dr..Mushtafa Dibul bugha) Shahih Muslim

( No. 1933  Cet. Darul jiel dan Darul Auqaf al-Jadidah – Beirut).

[11] Syarah Sunan Abu Dawud, hadits “Iyyakum walhasada” (Maktabah Syamilah 3).

[12] Al-minhaj Syarhu Shahih Muslim Ibnul Hajjaj (Juz. 6/ Hal. 97. Cet.2 – Dar Ihya’ Turats Al-Arabi – Beirut).